ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN EKLAMSIA

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN EKLAMSIA


TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS

2.1 Pengertian

a.       Eklampsia adalah kejang akibat pre-eklamsi, tindakan yang mungkin dilakukan adalah menyelamatkan ibu dan bayinya, biasanya bayi yang lahir dengan kasus ini akan lahir dengan berat badan rendah atau kurang gizi.

b.      Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia. (kejang-kejang timbul bukan akibat kelainan neurologik). Eklamsia kelainan akut pada ibu hamil, saat persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia (Hipertensi, oedema, proteinuria).
Eklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan peningkatan TD (Sistole > 180 mmHg,Distole > 110 mmHg), proteinuria, oedema, kejang dan atau penurunan kesadaran.

c.       Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil dan wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria. (Obsetri Patologi;UNPAD). Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari pre-eklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala pre-eklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami kejang-kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan yaitu eklampsia adalah suatu keadaan dimana pre-eklampsia tidak dapat diatasi sehingga mengalami gangguan yang lebih lanjut yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria serta kejang.

 

2.2  Penyebab

Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:

1.      Teori Genetik

Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering  ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-eklamsia

2.      Teori Imunologik

Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing, dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.

3.      Teori Iskhemia Regio Utero Placental

Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta menimbulkan bahan vasokonstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan bahan vasokonstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas pada membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.

 

 

 

 

4.      Teori Radikal Bebas      

Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas. Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi dari pada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun.

5.      Teori Kerusakan Endotel

Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu berupa “ glumerulus endotheliosis “. Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre-eklamsia.

 

 

 

 

 

 

6.      Teori Trombosit

Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.

7.      Teori Diet Ibu Hamil

Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi ± Kebutuhan kalsium ibu hamil  kekurangan-kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan sebagai berikut : dengan dikeluarkannya kalsium dari otot dalam waktu yang lama, maka akan menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.3 Tanda dan gejala

Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :

1.    Tingkat awal atau aura (invasi)

Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.

2.    Stadium kejang tonik

Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.

3.    Stadium kejang klonik

Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2 menit kejang klonikberhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.

4.    Stadium koma

Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita teteap dalam keadaan koma ( Muchtar Rustam, 1998: 275).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.4  W O C  ( Web of Coution eklamsia )

Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang di duga berhubungan dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau hidraminion. Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan udema generalisator  termasuk udema intima pada arterior.

Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.

Berdasarkan waktu terjadinya eksklampsia dapat dibagi:

1.      Eklampsia gravidarum
a. Kejadian 50% sampai 60%
b. Serangan terjadi dalam keadaan hamil

2.      Eklampsia parturientum
a. Kejadian sekitar 30% sampai 35%
b. Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan  terutama saat  
   
mulai inpartu.

3.      Eklampsia puerperium
a. Kejadian jarang yaitu 10%
b. Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

 

2.5  Pemeriksaan Penunjang

1.      Uji Diagnostik Dasar diukur melalui :

Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urine, pemeriksaan oedem, pengukuran tinggi fundus uteri dan pemeriksaan funduskopi.

 2.   Uji Laboratorium Dasar

a.  Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi
    
eritrosit pada sediaan hapus darah tepi).

b.  Pemeriksaan fungsi hati (billirubin, protein serum, aspartat amino     
    
transferase, dan lain-lain).

c.  Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).

 3.  Uji Untuk Meramalkan Hipertensi

a.    Roll over test.

            Cara memeriksa :

Penderita tidur m   iring kekiri kemudian tensi diukur diastolik, kemudian tidur terlentang, segera ukur tensi, ulangi 5 menit, setelah itu bedakan diastol, tidur miring dan terlentang, hasil pemeriksaan ; ROT (+) jika perbedaan > 15 mmHg, ROT (-) jika perbedaan < 15 mmHg.

b.    Pemberian infus angiotensin II

c.    Mean Arterial Pressure yaitu : tekanan siastole + 2 tekanan diastole Hasil (+)  : > 85

2.6  Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu stabil. Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada saat membawa ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejangan ; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20mg IM. Selain itu, penderita harus disertai seseorang yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejangan.
            Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya
:

1.      Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejangan dengan segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resustitasi. Dosisi inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.

 

 

2.      Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada hubungan neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g dalam larutan 40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4 g, dengan syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis harus melebihi 600 ml per hari,  selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40% MgSO4 dalam larutan 10ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai antidotum.

3.      Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan, seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan keperawatan pengkajian harus memperhatikan data-data pasien. Informasi yang didapat dari pasien (data primer), data yang di dapat dari orang lain keluarga dan orang terdekat (data skunder), catatan kesehatan lain, informasi atau laporan labotarium, tes diagnostic, anggota tim kesehatan merupakan pengkajian data dasar. Pengkajian pasien fraktur menurut Doenges, et al (1999) meliputi:

1.    Keluhan utama

Merupakan hal yang diungkapkan ibu yang berhubungan dengan keadaan dan masalah yang timbul. Keluhan yang timbul biasanya lendir bercampur darah, keluar cairan dari vagina, perut terasa mules dan semakin sakit pada PEB biasanya disertai sakit kepala, mata berkunang – kunang, bengkak pada kaki dan tangan        

2.     Riwayat penyakit ibu

Untuk megetahui kemungkinan penyakit – penyakit yang menyertai dan mempengaruhi keadaan ibu yang lemah pada waktu melahirkan, seperti

a.       Penyakit kronis : jantung, hypertensi, dll

b.      Penyakit menular : TBC, Hepatitis, HIV / AIDS

c.       Penyakit keturunan : DM, asma         

3.    Riwayat penyakit keluarga

Ditanyakan untuk melihat kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu bersalin serta mengupayakan pencegahan dan penanganannya, terutama pihak keluarga yang tinggal bersama klien. Kemungkinan mempunyai riwayat preeklampsia dan eklampsia dalam keluarga. ( Pusdiknakes, 1993 )

4.    Riwayat meanstruasi

Untuk mengetahui tentang faal alat kandungan yang perlu diketahui adalah menarche, siklus haid, lama haid, warna / jumlah darah, sifat darah ( cair / beku ), dysminorhoe, flour albus, HPHT

5.      Riwayat perkawinan

Yang dikaji yaitu kawin berapa kali, lama kawin dan usia saat kawin. ( Hanifa, W, 133 ). Biasanya terjadi pada wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun.

6.     Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Untuk mengetahui riwayat tiap – tiap kehamilannya, seperti : riwayat kehamilan, persalinan dan nifas sebelumnya serta keadaan anaknya

( Hanifa W, 133 )    

7.    Riwayat kehamilan sekarang

a.       G . . . .P . . . .A . . . . UK  . . . . .minggu

b.      ANC ( tempat, berap kali, imunisasi TT, terapi )

c.       Keluhan hamil muda

d.      Keluhan hamil tua

e.       Gerakan anak dirasakan sejak usia kehamilan . . . .bulan

8.      Riwayat KB

Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB jika ibu pernah ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi, efek samping. Alasan pemberhentian kontrasepsi (bila tidak memakai lagi) serta lamanya menggunakan kontrasepsi

( Depkes RI, 1994 : 16)

9.      ADL

a.       Nutrisi

Kekurangan / kelebihan nutrisi dapat menyebabkan kelainan. Pada persalinan dikhawatirkan menjadi penyulit bagi ibu dan akan membahayakan ibu dan bayi

b.      Aktivitas

Untuk mengetahui aktivitas yang telah dilakukan ibu menjelang proses persalinan

 

 

 

c.       Istirahat

Ditanyakan untuk persiapan tenaga mengejan ibu, istirahat yang cukup menjelang persalinan akan mempermudah proses persalinan

d.      Personal hygiene

Ditanyakan personal hygiene ibu terutama menjelang persalinan. Hal ini perlu untuk mengurangi terjadinya infeksi

10.  Riwayat psikososial spiritual dan kultural

Ditanyakan kebiasaan – kebiasaan dalam masyarakat dan keluarga serta pandangan dan penerimaan keluarga serta materiil dan moril yang diperoleh dari keluarganya

( Depkes RI, 1995 )

11.  Pemeriksaan umum

a.       Keadaan umum : baik, cukup, lemah

b.      Kesadaran : composmentis, samnolen, delirium, koma

c.       TTV : TD : ≥ 140 / 110 mmHg N : 80 – 90 x/mnt S : 36 – 37 ºC

d.      RR : 16 – 20 x/mnt

12.  Pemeriksaan khusus

a.      Sistem pernapasan

Pemeriksaan pernapasan, biasanya pernapasan mungkin kurang, kurang dari 14x/menit, klien biasanya mengalami sesak sehabis melakukan aktifitas,  krekes mungkin ada, adanya edema paru hiper refleksia klonus pada kaki.

b.      Sistem cardiovaskuler

·        Inspeksi : Adanya sianosis,  kulit pucat, konjungtiva anemis.

·        Palpasi

-     Tekanan darah : Ukur tekanan darah, biasanya terjadi peningkatan tekanan darah menetap melebihi tingkat dasar setetah 20 minggu kehamilan,

-     Nadi     : Nadi mungkin meningkat atau menurun

-     Leher   : Pemeriksaan JVV apakah ada bendungan atau tidak, jika ada bendungan menandakan bahwa jantung ibu mengalami gangguan. Edema periorbital yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam Suhu dingin

·         Auskultasi : mendengarkan Detak Jantung Janin untuk mengetahui adanya fetal distress, bunyi jantung janin yang tidak teratur gerakan janin melemah.

c.     Sistem reproduksi

·         Dada

Payudara : Dikaji apakah ada massa abnormal, nyeri tekan pada payudara.

·         Genetalia :

-       Inspeksi adakah pengeluaran pervaginam berupa lendir bercampur darah, adakah pembesaran kelenjar bartholini / tidak.

Abdomen

-       Palpasi : untuk mengetahui Tinggi Fundus Uteri , letak janin, lokasi edema

-       Periksa bagian uterus biasanya terdapat kontraksi uterus

d.   Sistem integumen perkemihan

·      Periksa vitting udem biasanya terdapat edema pada ekstermitas akibat gangguan filtrasi glomelurus yang meretensi garam dan natrium, (Fungsi ginjal menurun).

·     Oliguria

·     Proteinuria

e.     Sistem persyarafan         

Hiperrefleksi, klonus pada kaki

f.     Pencernaan

Palpasi : Abdomen adanya nyeri tekan daerah epigastrium (kuadran II kiri atas), anoreksia, mual dan muntah.

 

 

 

 

2. 2  Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentyang masalah pasien dan perkembangannya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut Doenges (1999) meliputi :

1.      Perubahan perfusi uteroplasental dan jaringan ginjal berhubungan dengan hipertensi pada kehamilan

2.      Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat hipertensi

3.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan retensi urine dan edema berkaitan dengan hipertensi pada kehamilan

4.      Gangguan Penglihatan berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular cerebral akibat hipertensi

5.      Kurang pengetahuan,kondisi dan tindakan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi

6.      Nyeri epigastrium berhubungan dengan konrtaksi organ yang tidak terkontrol

7.      Resiko Kejang pada ibu  berhubungan dengan penurunan fungsi organ

8.      Resiko terjadi fetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta

2.3 Intervensi  keperawatan

Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang di laksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnose keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhi kebutuhan klien. Intervensi keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut Doenges(1999) meliputi :

Diagnosa 1 : Perubahan perfusi uteroplasental dan jaringan ginjal berhubungan dengan  hipertensi pada kehamilan

Tujuan : Perfusi Uteroplasental dan jaringan ginjal baik.

 

 

Kriteria hasil:

1.      Tingkat kesadaran baik dan tidak berubah

2.      Janin tidak menunjukkan tanda-tanda distress

3.      Perfusi maksimal

4.      Tekanan darah normal

Intervensi

Rasional

1.      Letakkan pasien pada lingkungan yang tenang

2.      Pantau TTV

3.      Auskultasi irama jantung janin

4.      Anjurkan tirah baring

5.      Anjurkan periksa urine 24 jam

6.      Monitor TD tiap 4 jam

1.      Memberikan kenyamanan dan ketenangan pada pasien

2.      Untuk mengetahui keadaan umum pasien

3.      Untuk mengetahui perkembangan janin

4.      Meminimal stimulasi dan meningkatkan relaksasi

5.      Untuk menentukan intervensi lebih lanjut

6.      Untuk mengetahui keadaan umum klien

 

Diagnosa 2 : Nyeri akut berhubungan dengan  peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat hipertensi
Tujuan:Nyeri hilang atau berkurang

Kriteria hasil:

  1. Nyeri hilang atau terkontrol
  2. Ekspresi wajah tenang

 

 

 

 

 

            Intervensi

Rasional

1.      Kaji skala nyeri klien

2.      Pertahankan tirah baring selama fase akut

3.      Anjurkan kompres dingin dan pijat punggung

4.      Bantu pasien dalam aktivitas sesuai kebutuhan

1.      Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dialami

2.      Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi

3.      Menurunkan tekanan vaskuler

4.       Mengurangi nyeri

 

Diagnosa 3: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan  peningkatan retensi urine dan edema berkaitan dengan hipertensi pada kehamilan

Tujuan :volume cairan normal

Kriteria hasil:

1.      Volume cairan sesuai kebutuhan

2.      Edema minimal

3.      Tanda dan gejala bukan indikasi gagal jantung

Intervensi

Rasional

1.      Timbang berat badan pasien setiap hari

2.      Pantau intake cairan

3.      Periksa protein urine

4.      Monitor intake dan output klien

5.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat.

1.      Untuk menentukan intervensi lebih lanjut

2.      Membantu mengidentivikasi kebutuhan

3.      Meminimalkan komplikasi

4.      Agar dapat mengontrol keseimbangan antara intake yang amsuk dan output yang keluar

5.      Agar tidak tejadi kesalahan dalam pemberian obat

 

 

 

Diagnosa 4 : Gangguan Penglihatan b.d peningkatan tekanan vaskular cerebral akibat hipertensi

Tujuan : Penglihatan tidak kabur lagi dan kembali normal

Kriteria hasil :

a.       Pasien dapat menunjukkan fungsi penglihatannya baik

b.      Dapat menginterpretasikan benda yang dilihat dengan benar

c.       Tingkat kekaburan menurun bahkan hilang

Intervensi

Rasional

1.      Kaji tingkat kekaburan penglihatan

2.      Lakukan pengetesan dengan menyuruh pasien untuk menginterpretasikan benda di sekitar

3.      Anjurkan tirah baring

4.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian zenjelasan mengenai penyakit

1.      Untuk mengetahui batas kekaburan yang dialami pasien

2.      Mengetahui batas kemampuan dan melatih pasien untuk mengenal orang dan benda sekitar

3.      Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi

4.      Untuk menentukan intervensi selanjutnya

 

Diagnosa 5: Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan tindakan berhubungan dengan  kurang terpajan  pada informasi

Tujuan :Pengetahuan pasien bertambah

Kriteria hasil:

a.       Pasien mengerti terhadap apa yang disampaikan

b.      Mampu menerapkan informasi yang didapat

c.       Mentaati pengobatan

 

 

 

 

 

Intervensi

Rasional

1.      Kaji kesiapan pasien dan hambatan belajar

2.      Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung

3.      Berikan pengertian pentingnya kerja sama

4.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian penjelasan mengenai penyakit

1.      Meningkatkan  minat pasien untuk belajar.

2.      Agar pasien mengerti mengenai penyakit

3.      Agar masalah dapat diatasi dengan baik

4.      Agar informasi yang disampaikan dapat lebih lengkap dan jelas

 

Diagnosa 6 : Nyeri epigastrium berhubungan dengan  konrtaksi organ yang tidak terkontrol

Tujuan : skala nyeri berkurang bahkan hilang

Kriteria Hasil :

1.      Nyeri hilang atau terkontrol

2.      Ekspresi wajah tenang

            Intervensi

Rasional

1.      Kaji skala nyeri klien

2.      Pertahankan tirah baring selama fase akut

3.      Anjurkan kompres dingin

4.      Bantu pasien dalam aktivitas sesuai kebutuhan

1.      Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dialami

2.      Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi

3.      Menurunkan tekanan vaskuler

4.      Mengurangi nyeri

 

 

 

 

 

 

 

Diagnosa 7 :  ResikoKejang pada ibu  berhubungan dengan penurunan fungsi organ

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi lagi kejang pada ibu

Kriteria hasil :

a.       Kesadaran baik, compos mentis

b.      Kejang tidak mengulang

c.       TTV; TD : 110-120 mmHg/70-80 mmHg

d.      Suhu : 36-37 °C

            Intervensi

Rasional

1.      Kaji adanya tanda-tanda eklampsia

2.      Catat tingkat kesadaran pasien

3.      Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus

4.      Monitor Tekanan darah tiap 4 jam

5.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antihipertensi dan SM

1.      Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung, paru yang mendahului status kejang

2.      Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak

3.      Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya persalinan

4.      Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole > 160 mmHg merupakan indikasi dari PIH

5.      hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya kejang

 

 

 

 

 

Diagnosa 8 : Resiko terjadi fetal distress pada janin berhubungan dengan  perubahan pada plasenta

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi fetal distress pada janin

Kriteria hasil :

1.      DJJ (+) : 12-12-12

2.      Tidak terjadi distress

3.      Hasil USG normal

            Intervensi

Rasional

1.      Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM

2.      Kaji tentang pertumbuhan janin

3.      Monitor DJJ sesuai indikasi

4.      Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta

5.      Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST

1.      Reaksi terapi dapat menurunkan pernapasan janin dan fungsi jantung serta aktivitas janin

2.      Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi

3.      Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoksia, prematur dan solutio plasenta

4.      Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoksia bagi janin

5.      USG dan NST dilakukan untuk mengetahui keadaan dan kesehatan janin

 

 

 

 

 

 

 

 

2.4 Implementasi  keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan dimana awalan kata pada intervensi ditambah dengan kata kerja. misalnya jika pada intervensi keperawatan kaji TTV maka pada implementasi keperawatan mengkaji TTV.  Tujuan dari pelaksanan membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Implementasi yang muncul pada pasien eklamsia Doenges (1999) meliputi :

1.         Menghilangkan nyeri

2.         Mempertahankan integritas kulit

3.         Mempertahankan agar tidak terjadi lagi kejang

4.         Mempertahankan mobilitas fisik

5.         Menghilangkan infeksi karena potensial atau gangguan actual

6.         Meningkatkan pengetahuan tentang prognosis dan pengobatan

7.         Mempertahankan fungsi neurovaskuler perifer

2.5  Evaluasi

Evaluasi adalah tahapan akhir akhir dari proses keperawatan, evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil  yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Hidayat, 2001).  Evaluasi keperawatan untuk pasien eklamsia merujuk pada evaluasi secara umum menurut Doenges (1999) meliputi :

1.      Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten atau aspirasi dicegah Kejang berkurang, sianosis tidak ada, nafas 20 x/menit

2.      Urine > 30 cc/jam

3.      Tensi tidak boleh turun lebih dari 20 % dalam 1 jam (maksimal dari 200/120 mmHg menjadi 160/95 mmHg dalam 1 jam).

  1. Ibu tampak tenang, kooperatif terhadap tindakan perawatan
  2. Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekaran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar untuk "ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN EKLAMSIA"